Minggu, 24 Februari 2013

Membangun Fondasi Perusahaan

Oleh: DR HC. Ary Ginanjar Agustian, Corporate Culture Consultant
thecompanywarehouse.co.uk
Sebuah gempa dahsyat meluluh-lantakkan sebuah kota. Semua bangunan roboh, runtuh, dan nyaris rata dengan tanah. Namun ada satu gedung yang tidak roboh. Bangunan terkenal itu bernama Imperial Palace Hotel, Tokyo yang bertahan dari gempa sebesar 8.3 SR pada tahun 1923. Banyak orang penasaran, apa yang menyebabkan bangunan tersebut tetap berdiri. Setelah diselidiki ternyata fondasi bangunan itu memang dibuat sangat kuat.
Peristiwa itu membuat para ahli manajemen juga berpikir, bagaimana pula halnya dengan perusahaan?  Mereka menyelidiki perusahaan-perusahaan hebat di dunia yang mampu mengatasi berbagai "gempa". Apa sesungguhnya fondasi sebuah perusahaan, karena saat ini banyak sekali korporasi-korporasi yang roboh diterjang gempa. Sedangkan datangnya gempa sulit ditebak, perubahan pun selalu terjadi di mana-mana. Jika perusahaan ingin hebat dan ingin tahan gempa maka ia harus mempunyai fondasi kuat juga.
Fondasi perusahaan diakui banyak para pemimpin di dunia sebagai sesuatu yang menentukan kesuksesan korporasi untuk jangka panjang. Tidak ada orang yang membuat perusahaan hanya untuk jangka pendek, Lalu apa fondasi perusahaan itu?
Arie De Geuss dalam risetnya ‘The Living Company’ membuat sebuah kesimpulan bahwa perusahaan yg mampu bertahan hingga seratus tahun adalah mereka yg memiliki budaya sebagai fondasi kuat. Perusahaan hebat seperti Shell dan GE, umur mereka mencapai lebih dari seratus tahun. Begitu juga hasil riset terbaru Jim Collins dalam buku ‘Good to Great’ yang fenomenal tentang beberapa gelintir perusahaan hebat dari Fortune 500 bahwa korporasi yang hebat adalah mereka yg mampu terus mempertahankan core value dan core purpose" di tengah berbagai perubahan: strategi, struktur, maupun manajemen. Artinya mereka mampu mempertahankan misi inti dan nilai inti sebagai budaya, itulah fondasi korporasi atau dengan kata lain "culture".
Core Purpose sesungguhnya adalah misi organisasi yang menjasi alasan utama mengapa perusahaan itu didirikan dan mau kemana perusahaan itu pergi. Sedang Core Value adalah Nilai Dasar Korporasi yang menjadi pedoman dan sikap perilaku manusia yang berada dalam organisasi. Tentu itu semua bukan hanya tertulis pada company profile, menjadi hiasan dinding, atau jargon pidato semata. Akan tetapi harus menjadi "ruh" bahkan DNA dari organisasi tersebut. Kemudian semua orang di dalamnya merasa terikat dalam sebuah komunitas yang kuat sehingga tercipta inter-dependen antar satu dengan yang lainnya. Ruh serta DNA budaya korporasi itu menjadi sebuah software hati dan pikiran yang bisa diwariskan antar generasi.
Di Barat kita bisa melihat bagaimana GE begitu hebat kemajuan dan pertumbuhannya. Di era Jack Welch ia menamakan corporate culturenya "4e1p" yaitu 4 E: Energy, Energize, Edge, Execution yang melahirkan Passion serta didasari Leadership yang berbasis Integrity,Trusworthy, dan Ethical yang terbukti membuat GE melejit. Di Timur kita melihat Toyota Jepang yang memilki konsep Dua Tiang Lima Landasan. Dua tiangnya adalah Perbaikan terus menerus dan menghargai manusia. Lima landasannya adalah: Tantangan atau Visi yang jauh ke depan, Kaizen, Genshi Genbutsu (saya lihat saya tahu), Kaizen dan Teamwork.
Permasahan yang sering terjadi di Indonesia adalah, terlalu sering gonta-ganti strategi, struktur dan sistem. Bahkan timbul kesan "ganti pemimpin ganti sistem" tanpa mereka tahu dan pelajari bagaimana culture atau ruh dari organisasi tersebut dibentuk, dibangun, dan dipelihara. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana dulu pemerintah menggalakan GKM atau Gugus Kendali Mutu yaitu sebuah sistem untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi organisasi secara berkelanjutan akan tetapi akhirnya gagal. Ide awalnya adalah ingin mengikuti konsep kaizen Jepang atau sistem perbaikan terus menerus, akan tetapi lupa satu hal yaitu culture.
Ibarat kita ingin membangun sebuah rumah, semua orang sibuk ada yang meninggikan dinding, mengecat tembok, membuat pintu dan jendela, memasang kaca, lalu memasang atap di atasnya, bahkan mereka ribut untuk menentukan mana terlebih dahulu, dinding atau pintu? Akan tetapi mereka lupa membangun fondasi yang kuat di bawahnya. Tentu saja rumah itu cepat atau lambat akan roboh menimpa orang yang tinggal di dalamnya. Dalam skala lebih besar, begitu pula dalam membangun Bangsa Indonesia, kita tidak cukup hanya membangun sistem akan tetapi tidak membangun karakter bangsa, karena di sanalah sesungguhnya letaknya fondasi Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar