Minggu, 10 Maret 2013


Lisensi  Lebih Memberi KebebasanDi Indonesia metode bisnis lisensi dirasa kurang bergema. Gaungnya masih kalah jauh dengan franchise. Masih banyak orang mengenal istilah lisensi sebatas sebagai lisensi produk. Contohnya membuat sepatu, membuat kursi,  Walt  Disney, Dora Nickledeon dan lain sebagainya. Diperparah lagi oleh budaya orang Indonesia yang secara umum masih kurang menghargai hak cipta. Padahal, kalau kita tengok di negara asal penemu franchise, Amerika Serikat, banyak orang atau perusahaan yang sudah mulai beralih dari metode bisnis franchise  ke metode bisnis lisensi. Trend bisnis dunia pun  juga sudah mengarah ke lisensi. Apa pasalnya?
Seiring dengan era globalisasi yang terus menggelinding, maka tidak bisa menyamakan sesuatu bisnis untuk semua kondisi.  Semua  sangat tergantung dengan trend dan situasi lokal. Lisensi dibanding franchise lebih memiliki keluwesan, alias tidak kaku. Lisensi dapat lebih mudah berimprovisasi secara lokal. Tidak perlu harus mengacu 100% kepada “kitab suci” franchise yang mengharuskan dari A sampai Z harus baku. Sebagai contoh, franchise Ayam Goreng X. Di Negara asalnya, Amerika itu tidak ada menu nasi. Tetapi begitu sampai di Indonesia yang menganut aliran “belum makan nasi, berarti belum makan”, akhirnya memasukkan unsur nasi dalam menu Ayam Goreng X. Dalam metode bisnis lisensi hal tersebut adalah biasa dan tidak masalah. Metode bisnis lisensi memberi kebebasan kepada si lisensee (pembeli lisensi) untuk menerapkan bisnisnya disesuaikan dengan kondisi setempat.
Istilah lisensi sebenarnya sangat sulit mendefinisikannya. Tetapi di banyak buku dan beberapa pengamat mengatakan bahwa lisensi lebih ditujukan kepada pemberian hak untuk menggunakan merek, atribut dan yang lainnya dengan membayar sejumlah nilai dalam bentuk royalty atau komisi.
Dalam sejarahnya, metode bisnis lisensi sebenarnya merupakan modifikasi dari franchise.  Franchise oleh banyak orang kala itu dirasa kurang memberi keluwesan sehingga menjadi penghalang bagi produk tertentu di tempat tertentu.  Maka  jangan heran, bila sistem yang dianut dalam bisnis lisensi relatif sama dengan franchise.  Mulai dari adanya fee lisensi, hingga hak-hak yang dimiliki lisensee. Dalam dunia lisensi, besaran fee lisensi yang harus dibayar seorang lisensee  kepada lisensor sangat  tergantung produknya apa. Demikian juga untuk komisi, sangat tergantung kepada bisnisnya dan bagaimana produk tersebut dipasarkan.
Lisensi pertama  kali diperkenalkan pada awal 1940-an. Mulanya waktu itu dari industri media seperti film, majalah dan buku. Dalam perkembangannya,  trend bisnis lisensi    dunia sudah merambah ke berbagai bidang. Bisnis di bidang jasa pun tak luput dari metode ini. Sebut saja Anthony Robbins dan yang lainnya.
Plus Minus
Adalah sangat tepat dan menguntungkan penggunaan metode bisnis lisensi untuk pasar yang sangat beragam seperti di Indonesia. Pertama, lisensi sangat unik. Tidak ada intervensi dari lisensor. Lisensee bisa melakukan pendekatan yang beragam  ketika melakukan penetrasi pasar. Lisensee bisa menggunakan style-nya masing-masing  Kedua, dalam lisensi brand-nya biasanya sudah ada  dan terkenal pula. Lisensee tidak perlu bersusah payah membangun brand. Ketiga, dengan brand yang kuat maka peluang untuk dapat dipasarkan secara lebih cepat dan dengan harga yang lebih tinggi menjadi lebih besar. Keempat, seorang lisensee cukup membayar lisensi fee dan komisi. Lisensee tidak perlu membeli berbagai peralatan dan merchandise dari lisensor (penjual lisensi). Dengan demikian  cost dapat lebih ditekan sehingga total margin diharapkan bisa lebih besar.
Karena sifatnya yang tidak kaku, metode bisnis lisensi juga memiliki kendala.  Kendala terutama masalah konsistensi. Karena adanya  kebebasan maka dalam lisensi tidak ada aturan standarisasi. Karena itu, untuk mencegah inkonsistensi biasanya lisensor menggunakan cara yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan guide lines atau standar operating procedur (SOP), ada juga yang lebih menekankan pada produk atau servis yang diberikan.
Seiring dengan trend bisnis dunia yang berbodong-bondong ke lisensi, sudah saatnya masyarakat Indonesia lebih paham dan mengenal lisensi berikut berbagai keunggulannya. Diharapkan 10 tahun ke depan, lisensi di Indonesia tidak  hanya marak di satu bidang bisnis tertentu, seperti manufaktur atau  media saja, tetapi juga marak di berbagai bidang bisnis seperti pendidikan, makanan dan jasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar